Teka-teki
kenaikan harga BBM
Oleh
: Kosim Rahman
Energi
minyak bumi telah menjadi kebutuhan utama masyarakat dan sekaligus merupakan
sumber daya alam yang terbatas. Di sisi konsumsi, industri, transportasi, dan
pertumbuhan penduduk yang diperkirakan akan meningkatnya pemakaian bahan bakar
minyak (BBM). Laju peningkatan kebutuhan dalam negeri tidak dapat diimbangi
oleh pertumbuhan kapasitas kilang minyak, akibatnya, kebutuhan impor BBM tidak
dapat dihindari.
Dalam
memenuhi kebutuhan BBM bagi masyarakat, pemerintah sebagai penyelenggara negara
menyediakan dan medistribusi BBM bersubsidi bagi kalangan masyarakat yang
kurang mampu secara ekonomi, karena bagaimanapun kebijakan pemerintah haruslah
betul-betul dipertimbangkan dalam menaikan harga BBM bersubsidi suatu saat
nanti. Pemerintah akan menaikan harga BBM sesuai dengan keputusan Presiden yang
berlaku secara segaram di seluruh wilayah Indonesia.
Teka-teki
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sudah mulai kencang
diberitakan oleh media massa. Kebijakan baru terhadap pemangkasan BBM
bersubsidi yang akan diambil oleh pemerintahan Jokowi-JK ini banyak memuai
kontroversi, baik dari kalangan politisi yang mengusung Jokowi-JK dalam
kontestasi Pilpres, Pengamat, LSM, dan juga aktifis Mahasiswa yang tetap
Istiqomah dalam menyampai aspirasi, sebagai penyambung lidah masyarakat.
Pemerintahan
Jokowi-JK terlihat terburu-buru dalam mengambil keputusan menaikan harga BBM
bersubsidi. Sehingga masyarakat yang kurang mampu dalam bidang ekonomi, juga
terseret dalam teka-teki kenaikan harga BBM tersebut. Masyakat yang tidak tahu
apa-apa merasa kecewa terhadap pemerinthan Jokow-JK yang baru beberapa hari
dilantik. Kehadiran pemerintahan yang baru ini, diharapkan akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, bukan lantas memperkeruh suasana rakyat kurang mampu.
Harga BBM bersubdisi diprediksikan akan naik sebelum 1 Januari 2015, hal itu
diungkapkan oleh Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.
Dampak
dari kenaikan harga BBM bersubsidi, berpotensi meningkatnya harga kebutuhan
pokok masyarakat. Dan tidak menutup kemungkinan pengangguran juga akan semakin
meningkat, karena kebutuhan dan tingkat produksi juga sulit dijangkau. Di
tambah subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat yang
benar-benar tidak mampu tidak dapat menikmati BBM bersubsidi tersebut. Peneliti
Institut Ecosos, Sri Palupi mengatakan, realokasi anggaran dari pemotongan
anggaran subsidi BBM mesti ditujukan untuk program yang produktit. Salah
satunya adalah subsidi yang mampu mengangkat kelompok miskin agar lebih
berdaya. Kejanggalan pemerintah dalam menaikan BBM bersubsidi ini perlu
dipertnyakan.
Alokasi BBM bersubsidi
Subsidi BBM yang
diahirkan bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat tidak mampu, namun
dalam kenyataannya banyak masyarakat yang mampu secara ekonomi yang menikmati subsidi
BBM yang dicanangkan oleh pemerintah. Artinya alokasi sistem subsidi yang
sekarang digunakan perlu disemburnakan alokasinya, sehingga pemerintahan tidak
perlu lagi menaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
Apa bila pemerintah memberlakukan
kenaikan harga BBM sebesar 46,1%, maka harga rata-rata BBM di Indonesia akan meningkat dari Rp
6500/liter di tahun 2014 menjadi Rp 9.500/liter di tahun 2015. Dampak langsung
dari pengurangan subsidi BBM terhadap perekonomian adalah meningkatnya harga
pokok yang berpotensi menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada
pemerintah yang baru.
Maka peninjaun kembali sistem
alokasi dan subsidi BBM tersebut perlu dilakukan sebagai usaha pemerintah dalam
menanggulangi BBM bersubsidi yang salah sasaran selama ini. Besaran BBM
bersubsidi dapat dimamfaatkan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses
beberapa kebuthan, seperti perbaikan sarana dan prasarana pendidikan,
kesehatan, SDM, dan infrastruktur lainnya. Sehingga pemerintah juga bertanggung
jawab dalam memberantas kemiskinan serta kesenjangan yang semakin akut di
rasakan oleh masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar